Sudah berapa banyak hal yang membuatku selalu berusaha, menghipnotis diri sendiri dengan kata-kata "aku baik-baik saja, aku gak apa-apa, aku gak sakit hati atau marah, biarin aja, jangan benci, tetap bersikap baik", dan tanpa ku sadari kata-kata penyemangat itu justru tidak sepenuhnya bisa menghapus kekecewaanku terhadap sesuatu atau seseorang. Di dalam inti diriku, aku menemukan debu-debu kecil dan tebal yang terlihat sudah disapu tapi tidak sungguh bersih.
Kali ini, aku beranikan diriku untuk mengatakan bahwa aku tidak baik-baik saja, aku kecewa, aku marah, seolah terpuruk, tapi tahu tidak bisa menyalahkan siapa-siapa.
Hari kedua puasa, aku bersyukur bahwa hikmah lebih banyak menghabiskan waktu di rumah membuatku lebih fokus beribadah dn merasa tenang. Ah aku masih di Jakarta, tanggal 24 April 2020, pemerintah secara resmi menetapkan pelarangan mudik hingga Juni.
Aku sebenarnya sudah nekat membeli tiket pesawat tanggal 30 April, aku ingin merayakan puasaku dengan nyaman di kampung halaman sendiri, bahkan tidak masalah jika harus hanya diam di rumah, karena aku bersama orang-orang yang ku cintai.
Seolah semesta ikut mendukung beberapa manusia di keluarga yang tidak ingin aku pulang, akhirnya dua kali sudah aku gagal pulang kampung di bulan April ini, apakah aku bisa memarahi semesta?
Perasaan sedih yang hanya bisa diproses melalui tangis, aku tahu itu terlihat berlebihan bagimu, orang-orang yang mengenalku mengatakan aku harus sabar, dan aku selalu mengelak berapa banyak sabar lagi yang harus ku tampung demi sebuah pertemuan? Mengapa ini menjadi sulit untukku sedangkan teman-temanku yang juga merantau begitu mudahnya jika ingin pulang kampung, sedangkan aku harus bergelut dengan isi pkiranku yang dipaksa tak boleh egois, sungguh perkara pulang tidak pernah jadi perkara ringan.
Membandingkan apa yang kamu jalani dengan apa yg org lain dapatkan memang tidak akan pernah menuai rela. aku seharusnya tidak perlu begitu, padahal aku sepenuhnya tahu bahwa setiap manusia memiliki proses hidup yang berbeda, proses itu ada campur tangan Tuhan, tentu yang paling tahu hasil sari sebuah proses hanya Dia, dan aku hanya perlu percaya pada jalan yang tak bisa ku negosiasi dengan-Nya.
Aku tidak baik-baik saja, sebab aku terlalu memikirkan bagaimana aku harus menjalani hari-hari"ku berpuasa bahkan lebaran di rumah ini. Tak kunjung menyukai, entah sampai kapan merasa tak harus tinggal.
Tidak baik-baik sajaku ini sudah aku obati, menemuimu dalam keadaan "menerima" adalah keputusan. Ya aku tidak berbohong, aku masih merasa menyesal karena tidak bisa pulang lebaran setiap kali mengingat masa lalu indahku di sana.
Maafkan aku yang kurang bersyukur ini, padahal bisa saja hidupmu tidak lebih mudah dari hidupku. Terimakasih untuk diri sendiri, dan untuk kamu yang masih bertahan menjalani apa yang tidak kamu inginkan. Semoga hidup kita bermakna untuk sesama ya.
Aku ingin berterimakasih, untuk mereka yang ku lihat masih berjalan mencari nafkah, yang mengharap pada botol-botol bekas pemiliknya, yang berjualan meski sepi pelanggan, yang berkeliling mencari penumpang. Aku minta maaf karena mengeluh terlalu banyak, aku berterimakasih karena kalian memberiku semangat.
Comments
Post a Comment