Pagi gini kesannya udah melo aja ya haha. Padahal ga kok, aku sedang tidak dalam kondisi melo. Pagi ini cerah, sepertinya setelah life update aku akan keluar jalan-jalan pagi, beli sarapan, dan mau bersantai saja. Life update, kurang lebih itu yang mau aku ceritakan. Hari-hari yang lagi dijalanin. Berdampingan dengan duka yang ternyata belum selesai juga haha.
Padahal ya, aku sudah menyapa kamu dengan kalimat bijak, tapi ternyata aku masih belum bijak juga. Terutama perihal menerima. Aku mengakui, bahwa ini kehilangan orang pertama yang sudah jadi bagian dari diriku semenjak aku belum terlahir di dunia. Rasanya kok sulit sekali ya mengontrol semua rasa duka ini. Kalau kamu punya pengalaman yang sama denganku, mungkin bisa kasih aku tips biar aku lebih baik? Haha
Aku masih suka nangis sendiri kalau tiba-tiba teringat. Bahkan aku sampai foto wajahku kalau lagi nangis buat memastikan berapa kali aku menangis dalam sebulan tiap mengingat bapak. Beberapa hari lalu, parahnya aku nangis sesegukan tengah malam, sampai bangunin kak tegar karena ga kuat nahan sesaknya.
Lucu ya? Di momen ini aku bisa cerita ke kamu soal kelemahanku, sakitku, dan ketidakstabilanku. Padahal saat itu terjadi, aku benar-benar seperti anak kecil yang tahunya cuma nangis aja, hilang kendali, kurang bijak. Karena aku sampai susah tidur malam, lalu masih terbayang rasa takut kehilangan.
Beberapa orang berpikir bahwa aku bisa menghandle grief ini dengan baik karena aku menunjukkan sikap “baik-baik saja” itu. Padahal, aku masih bertingkah seperti anak kecil yang kehilangan orangtuanya. Karena aku memang seorang anak kan? Setiap ngobrol soal bapak ke kak tgr, aku nangis lagi haha. Kemarin sambil berbaring dan memeluk kak tgr, seperti biasa, kak tgr akan tahu aku menangis kenapa. Kak tegar memelukku dan bilang “bebaskan dan lepaskan diri adek dari pikiran yang bikin adek gelisah itu. Ikhlaskan bapak.”
Sejak hari pertama bapak pergi, ku pikir aku sudah ikhlas kok. Tapi tiap bayang-bayang bapak kembali, kok sesak banget ya. Padahal aku sudah ikhlas, tapi kenapa masih mempertanyakan hal yang sama. Hal-hal yang ku anggap belum selesai, yang seharusnya bapak masih jadi bagian dari perjalanan itu. Pikirku lagi, semua porak poranda di hidupku selalu dimulai oleh bapak. Ketika yang dulu sudah bisa diterima dengan lapang, berdamai dengan keadaan, hidup kian tenang, kembali lagi bapak menjadi alasanku menghadapi badai ini. Yang entah kapan selesainya, sebab badai itu datang saat bapak sudah pergi. Aku tidak punya tempat pelampiasan.
Dibanding aku, mama pasti jauh lebih terpukul. Sekarang hampir setiap hari aku VC mama. Belum lagi tekanan darah mama sering tiba-tiba tinggi, mama pun mengakui salah satu alasannya bisa jadi karena mama sering kepikiran. Seorang manusia yang juga telah memenuhi hidup mama yang datar saja dengan segala warna dan rasa, teman berantem hebat dan kecil mama, teman makan mama setiap waktu, dan teman mama tidur, sudah tidak ada lagi. Aku bisa bayangkan mamaku menangis sendirian di dalam kamar itu. Bisa jadi ia menyesali kata-katanya yang kurang baik, atau ia menyayangkan ketidakhadirannya saat-saat terakhir bapak.
Semua rasa yang melingkupi aku, mama, dan kakakku, tertuju pada sosok bapak yang selama ini telah menjadi pemeran utama yang mewarnai hidup kami dengan luka atau bahagia.
Maaf ya kalau kamu bosan, atau mungkin kamu berpikir bahwa ini sudah 4 bulan dan aku masih dalam kondisi yang sama. Kata orang, hanya yang pernah merasakanlah yang mengerti. Kalaupun kamu juga pernah merasakannya, mungkin aku belum sehebat kamu. Maaf, aku masih butuh waktu.
Oiya, selain bikin konten tiktok, kolab sama beberapa produk (hehe), sekarang aku ada yang mau ngirimin produk ke rumah buat di review, bahkan sudah kerja sama dengan 2 brand besar dan dibayar buat ngonten haha. Pencapaian yang kecil, tapi aku suka proses ini. Sekarang aku juga kerja, bulan lalu menerima gaji pertama lagi. WFH lebih tepatnya. Katanya sih freelance ya, tapi kerjaannya hampir tiap hari. Bahkan pernah dalam seminggu ketika harus mengurus campaign client, aku ga sarapan, siangnya go food aja, dan makan di jam 9/10 malam. Padahal aku kerja dari rumah, tapi aku ga sempat bahkan buat makan haha
Memang ya ga ada kerjaan yang enak. Tapi gimana ya, kalau ga berpenghasilan tuh kok rasanya ada yang kurang gitu dari diriku. Yang mana ini cuma perasaanku aja, ga ada hubungannya sama kak tgr. Aku merasa lebih berdaya ketika bisa “menghasilkan uang” buat diriku sendiri atau sekedar ngasih hadiah kecil buat pasangan. Walau belum banyak, setidaknya aku bisa.
Soal anak, beberapa kali aku dan kak tgr sempat membahas. Dari jawaban-jawaban kami, sebenarnya yang lebih yakin belum siap tuh kak tgr sih. Dia memikirkan soal rencana lain lebih dulu yang ingin coba direalisasikan. Sedangkan aku? Sampai kapan pun jika ditanya sudah siap atau belum, mungkin aku ga akan pernah siap. Tapi, jika ditanya mau punya anak ga? Aku mau. Pertanyaannya kapan? Sudah 2 tahun kita menikah, tapi kenapa ya punya anak itu belum jadi prioritas kami?
Aku bilang kalau aku pengen tahun depan sudah ada anaknya haha. Kak tegar setuju. Jujur saja, dorongan ini terjadi semenjak bapak udah ga ada. Terlepas dari orang-orang bilang bahwa menunda bikin susah punya anak, aku sih ga pernah berpikir seperti itu. Allah tahu kok kenapa kami memilih ini. Allah itu baik, kalau ternyata belum waktunya ketika sudah diusahakan, ya mungkin memang belum saja. Aku ga pernah terluka atau marah pada perkataan orang, sebab yang terpenting bagaimana caraku berpikir, kami yang menjalani dan kami yang paling tahu.
Semoga aja ya, aku bisa terus jadi perempuan yang berdaya versiku. Jika menurutmu menjadi seorang ibu saja cukup untuk jadi berdaya, aku sangat setuju. Tapi aku belum sampai situ. Aku masih ingin lebih dari ini. Aku masih ingin aku yang lebih dari ini. Pilihanmu atau pilihanku, kita jalani dulu aja ya semampu kita. Di mana pun kamu berada, semoga aku, kamu, yang hanya sekali hidup di dunia, bisa jadi versi terbaik dari diri kita.
Comments
Post a Comment