Selamat menjalankan ibadah puasa~ ah basic ya hehe
26 Maret yang ke 26 haha cantik juga angkanya. Harusnya dirayakan dengan cara yang lebih spesial ya. Tapi, aku memilih untuk pulang ke rumah bibiku dan tidak melakukan apa-apa hehe
Oiya, ingin mengabari selama Ramadhan ini aku jadi anak kosan deket kantor. Sengaja si biar ga capek pulang pergi, yang sebenarnya ada alasan lain juga, tapi ga perlu diceritain ya. Selagi diri masih bisa berpikir positif, jalanin saja.
Apakah hanya akan di Ramadhan saja? Sebenarnya aku juga masih belum tahu. Tapi dengan beberapa pertimbangan, mungkin memang hanya akan selama Ramadhan, apalagi aku masih ga enakan sama bibiku, padahal belum tentu juga beliau keberatan, aku coba untuk paham situasi dia yang sekarang sudah pensiun dan mungkin sesekali butuh teman perempuan untuk ngomel-ngomel haha
Dua hari Ramadhan kemarin, aku ga makan nasi sama sekali. Rasanya lumayan mengganggu, walaupun kenyang, tapi pikiran kaya ada yang kurang. Mungkin karena belum terbiasa ya. Aku ga bisa masak karena di kosan ga ada dapurnya, ditambah aku juga ga punya peralatan masak. Pernah ku coba di hari pertama sahur makan nasi dan ayam yang ku beli sejak malam, tapi ternyata ga bisa, aku ini pencinta nasi panas baru mateng, lauk baru dibakar/goreng, atau menu sayuran yang bikin tenggorokan hangat. Aku belum terbiasa untuk makan apa adanya kalau soal nasi dan lauk-pauk
Saat sahur dan buka sendiri di kosan, aku jadi sering mikirin gimana dulu Ramadhan dan lebaran di rumah nenek. Kenangan manis itu setidaknya bikin sedikit bersyukur karena toh aku sudah pernah merasakan hal yang menyenangkan, jadi kalau sekarang belum menyenangkan lagi, syukuri yang dulu dan semoga ke depan akan ada momen menyenangkan Ramadhan yang terulang, yang diciptakan sendiri.
Momen itu mungkin ga akan pernah keulang lagi. Nenek udah ga ada, dan betapa aku menyadari bahwa sebuah rumah bisa jadi terasa berbeda tanpa penghuni aslinya. Rumah tua panggung yang direnovasi dengan sentuhan sedikit modern, tapi tetap tidak menghilangkan nuansa jadulnya. Cat rumah yang lebih cerah, teras dan tangga kayu yang ditambah dengan teralis berbentuk bunga, jendela kaca nako khas zaman dulu dipadukan gorden transparan bermotif bunga renda yang cantik, sisanya, masih sama seperti dulu, serba kayu. Belum lagi, dua pohon mangga kebanggan seisi keluarga di depan rumah, yang bikin teras tertutup setengah, jadi kita bisa bebas tiduran atau ngobrol sore ga dilihat jelas tetangga.
Begitulah kiranya sedikit gambaran rumah panggung nenek. Rumah yang sewaktu kecil hingga remaja jadi tempat kita berkumpul saat libur lebaran. Mungkin bukan cuma karena nenek udah ga ada, bisa jadi juga karena kita, yang kecil-kecil dahulu sudah beranjak dewasa, lalu sibuk pada urusan jati diri yang entah apa
Dulu karena aku juga tinggal berjauhan di kabupaten yang berbeda dengan nenek, jaraknya kurang lebih 2 jam, jadi tiap lebaran pun aku wajib pulkam.
Di rumah nenek, kita berbuka dan sahur bareng. Bibi-bibiku masak, nenek juga kadang bantuin, kalau ada masakan yang tanpa campur tangan nenek ga akan seenak itu. Tanpa meja makan, semua digelar di atas dipan. Lengkap. Sehabis berbuka, aku dan sepupuku, atau kadang dibantu bibiku cuci piring sesuai jadwal yang ditentukan para bibi yang sudah lelah masak untuk buka puasa seisi rumah. Apalagi kalau hampir semua cucu dan anak-anak nenek yang sebagiannya di rantauan bisa pulkam, bayangin aja sebanyak apa makanan dan peralatan yang harus digunain. Ibuku, selalu jadi bagian terdepan yang diandalkan soal masak memasak, nenek pun mengakui bahwa masakan ibuku yang paling enak dari semua anak-anaknya.
Tiap kali dapat giliran cuci piring, aku kadang pengen kabur haha tapi tetap ku tahan agar tidak menggerutu, belajar kerja sama di lingkupan keluarga hehe
Menjelang lebaran, kurang lebih 10 ayam kampung dipotong, para bibi masak air panas di bawah kolong rumah, para cucu menunggu di depan ember besar hitam untuk kupas-kupas kulit ayam sampai bersih. Setelah malam hari semua sudah siap, lontong dipesan dari kenalan, para cucu kembali diberi misi. Malam takbiran, kita nganterin opor ayam ke rumah-rumah tetangga. Biasanya selalu bawa balik makanan lagi dari mereka. Ya begitulah serunya kalau dibayangin lagi. Aku bersyukur bisa sempat merasakan hidup ketika nenek masih hidup juga.
Budaya lebaran itu selepas nenek pergi masih ada, bedanya hanya pada kedetailan masakan yang dibuat para bibi. Kalau dulu masih ada nenek, cara masak, bahan, dan segala macamnya harus sesuai aturan nenek biar enak. Sekarang mereka lebih nyantai walaupun ada yang kurang dari topping opornya, ga harus ada, hahah
Yahhh, begitulah. Aku jadi cerita panjang banget gitu soal ramadhan di rumah nenek. Habisnya kalau mau cerita tentang hari ini ngapain aja, ga ada hal spesial yang terjadi. Apalagi sekarang baru Ramadhan, mau keluar makan aja kaya sayang gitu waktu tarawihnya. Niatku ingin makan steak, dinner sendiri aja, tapi ku urungkan karena aku belum pernah buka puasa di rumah semenjak ngekos (padahal ngekosnya juga baru seminggu hihi)
Jadi mungkin sebelum Maret berakhir, dan kalau jadwal haid datang, aku mau dinner steak sendiri ah. Kebayang-kebayang pengen makan daging sapi, tapi pengen juga salmon, tapi kayanya sop iga enak ya (ah banyak mau) tapi kalau aja ada ikan bakar yang seger di sini, ya yang lain kalah, astagfirullah puasa ga boleh bayangin banyak-banyak.
Gimana puasamu? Yaa kalau kamu juga umur 26 atau kelahiran 90an kaya aku, harusnya si udah bisa nahan diri ya.
Usiaku 26, semoga tahun ini doa-doaku, harapanku, rencanaku, berjalan lancar ya. Semoga aku bisa lebih tenang dan bijak tentang apapun yang orang lain katakan dan pikirkan tentangku.
Terima kasih untuk kalian yang masih mengirimiku pesan secara pribadi dan juga niat bikin story Instagram, aku sangat menghargai itu. Kalian bikin aku malu sama diri sendiri yang selama ini merasa hopeless soal teman perempuan. Kalian bikin aku kembali punya harapan, bikin aku bersyukur lagi. Kalian benar-benar my close friends. Untuk yang tidak mengucapkan pun, sungguh tidak apa-apa. Asal kita tetap saling menyapa dan berusaha di lain-lain kesempatan yang ada. Karena aku pun tidak lagi ingin mengukur hubungan kita dengan cara yang sesempit ini. Aku tahu hubungan manusia itu luas, tanpa ruang dan tak terbatas. Setiap kita punya cara berbeda mengartikan dan bersikap. Semoga cara yang aku dan kamu pilih, bisa saling dimengerti oleh orang-orang di hati kita
Aku 26, semoga masih panjang namaku bisa beri kisah baik dan manisnya, untuk mereka yang ada dalam doa.
*ditulis 26 Maret 2023, di siang hari Ramadhan via notes hp, setelahnya tidur siang hehe
Comments
Post a Comment