Ini hari sabtu, bagaimana liburmu? Atau kamu tidak sedang rebahan seperti aku? Ayo rebahan! Haha
Tenang saja, aku sudah bangun sejak subuh kok, tidak tidur lagi, hebat kan? Haha
Ah basa basiku sebelum cerita gak jelas ya? Habis bagaimana, aku bingung menyapamu setelah sekian lama (lagi) hehe
Dua hari lalu seorang sahabat (laki-laki)-ku menikah. Aku tidak yakin apakah aku masih bisa memanggilnya sahabat, atau apakah kita ini memang sahabat.
Sudah setahun kita tidak lagi kita yang dulu. Seharusnya aku sudah terbiasa, seharusnya aku sudah tahu hari seperti ini akan tiba. Tidak ada pesan kabar seperti bagaimana biasanya dia menyapaku dengan canda. Seharusnya lagi lagi aku bisa seperti dia. Tapi, kenangan tentang dia, selalu meninggalkan sesuatu yang tidak bisa ku lepas dengan mudah, begitu saja. Tapi, dia bisa, seharusnya aku bisa. Ah seharusnya mulu haha
Aku pernah mendengar kabar bahwa pacarnya (sekarang istrinya) cemburu dan marah padaku, tapi kenapa? apakah aku mengenalnya atau sebaliknya? apakah kehadiranku mengusiknya tapi kenapa? aku tidak mengerti, bahkan sampai kini (ketika tulisan ini diedit kembali pada 13 Juli 2021, 13.49 WIB), aku masih saja mendengar kabar tidak menyenangkan, betapa istrinya menyimpan amarahnya padaku. lalu tiba-tiba menangis karena diingatkan pada kehilangan, aku seharusnya sudah ikhlas, apa sih yang bikin aku masih saja begini? sedalam itu kah perasaan ini? yang aku sadari adalah bahwa aku begitu menyukai hubungan kita selama ini, sampai setelah dia menikah, aku merasakan kehilangan yang hebat, yang aku sendiri tidak ingin lagi mengingatnya.
Kehilangan seseorang seperti dia membuatku terpukul. Sudah setahun ini aku juga merasa kecewa dan sedih meski tidak pernah ku katakan apalagi ku tunjukkan padanya. Dia tidak pernah tahu betapa aku menghargai dia sebagai sosok manusia yang baik dan bijaksana, dia tidak pernah tahu bahwa aku sudah menjadi pengagumnya sejak awal aku menemuinya di Yogyakarta.
aku rindu, ketika aku mengunjunginya untuk ke sekian kali saat dia mengajakku berlibur di tempat KKN-nya, meski aku hanya kenal dia, meski mereka teman-teman kampusnya, aku tidak merasa keberatan karena aku percaya dia, bahkan untuk ngcamp bersama di tempat indah itu berdua, aku tidak keberatan, karena aku tahu dia laki-laki sebaik itu. aku masih ingat, suatu ketika aku dan dia duduk saling membelakangi di sebuah kayu sambil menunggu jemputan datang karena motornya mogok, dia bilang dia tidak suka wanita yang mudah berteman dengan pria manapun, dia tidak ingin menjalin hubungan dengan wanita yang sikapnya sama kepada semua pria, lalu aku mengatakan "apa kamu pernah berpikir mungkin saja itu cara si wanita menutupi perasaaannya? bukankah wanita seperti itu lebih sulit ditebak"?
Tapi dia tetaplah dia yang teguh pendiriannya, dia tetaplah dia yang punya pilihan. selamat menjalani kehidupan tanpaku, selamat menempuh hidup baru yang bahagia bersama pilihanmu.
-ku dedikasikan tulisan ini untuk seseorang yang sudah hilang, semoga langit biru selalu menyertainya.
Comments
Post a Comment