"Tik tik tik bunyi hujan di atas genteng..."
Bersembunyi dibalik tirai jendela, mengamati anak-anak seumuranku berlarian di tengah hujan lebat, tanpa alas kaki, tertawa dan main perahu-perahu kertas siapa yang lebih dulu perahunya sampai ke ujung perbatasan selokan hahah
Indah, bukan?
Itu dulu, waktu aku masih kecil.
Aku masih ingat, musim hujan menjadi hal yang sangat aku nantikan sampai SMA-pun aku masih suka mandi hujan, tentu saja bersama anak-anak tetangga yang masih SD, sebab sudah jarang teman-temanku mau mandi hujan haha
Aku juga masih ingat, dulu pernah aku memohon kepada Allah untuk membuka hati ibuku biar diizinin mandi hujan, lebay nggak? Haha
Tapi dibalik tirai jendela itu, aku sungguh memohon pada-Nya. Bukan karena ibuku orang yang super protektif sampai aku nggak diizinin mandi hujan kaya anak yang lain, tapi karena waktu itu aku memang sedang masa penyembuhan sakit. Aku memohon pada Allah, walaupun sakit tetap diizinin mandi hujan. Kamu tahu? Allah mengabulkan permintaanku, hingga detik ini aku tidak pernah lupa kebaikan kecil-Nya padaku saat itu. Jadilah aku mandi hujan walaupun sakit dengan syarat kepalaku harus dibungkus plastik biar nggak makin pusing hahaha
Nggak masalah, yang penting bisa main bareng hujan, temanku.
Dia temanku, termasuk yang kuanggap sebagai bagian dari duniaku sejak dulu, jauh sebelum aku memaknai hadirnya senja atau fajar. Hujan dan bintang, mereka adalah teman pertama mengobrolku di malam hari sejak aku SD hingga kini. Biasanya malam hari aku selalu menyempatkan waktu naik ke atas rumah melihat bintang. Dari atas, aku bisa menyapa fajar, senja, hujan, bintang atau bulan. Sungguh menyenangkan rasanya ketika kamu bisa berdamai dengan alam ini. Mereka teman curhatku disaat sedih atau bahagia, aku selalu menceritakannya pada bintang, naik ke atas rumah.
Sekarang, sulit sekali menemuinya, Jakarta membuatku harus banyak bersabar perihal itu semua. Namun, Jakarta punya banyak hujan yang Sumbawa nggak punya, itu buatku berterimakasih hihi
Hari ini Jakarta hujan, kenangan masa kecil hingga ku SMA, aku rindu. Semenjak di sini, entah mengapa lebih banyak perasaan sedih saat aku bersamanya, seringkali aku menyapanya jika berteduh pulang kampus karena nggak bawa payung dan sekarang payungku masih rusak, ya kadang memang sengaja tidak kubawa haha
Oiya, caraku mencintai hujan? Bagiku mencintai sesuatu bukan berarti kita harus selalu rela 'jatuh' tanpa peduli pada diri sendiri atau harus menemuinya setiap saat. Satu hal yang pasti, mencintai hujan, aku belajar bahwa cinta itu harus dimulai dengan menghargai diriku sendiri.
Bukan berarti aku harus mandi hujan tiap kali dia hadir, hanya untuk membuktikan bahwa aku bersungguh-sungguh, aku bisa menyapanya dengan berbagai cara, misalnya mengulurkan tanganku padanya dan tersenyum. Sama seperti bagaimana dulu ibuku mengizinkanku mandi hujan, ada syaratnya, itu dilakukannya demi diriku.
Bukan berarti aku harus mandi hujan tiap kali dia hadir, hanya untuk membuktikan bahwa aku bersungguh-sungguh, aku bisa menyapanya dengan berbagai cara, misalnya mengulurkan tanganku padanya dan tersenyum. Sama seperti bagaimana dulu ibuku mengizinkanku mandi hujan, ada syaratnya, itu dilakukannya demi diriku.
Menghargai diri sendiri adalah salah satu cara bagi kita untuk mencintai dan menghargai sesuatu atau seseorang yang kita cintai.
'biar abadi sayangnya, nggak seperti cuaca' by salah satu penulis novel yang kusukai haha
Hey! Terimakasih sudah mau membaca dan memahami maksudku, penting nggak sih? Hahah
Tapi bagiku penting, makanya kuceritakan padamu. Dia hujan, sahabatku sejak dulu, aku akan turut senang jika kamu juga mau menghargainya. Selamat soreee
Comments
Post a Comment